PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah profesi maupun tenaga kesehatan, telah
di ketahui bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya
peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan
dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia,
memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang
melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan
tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut,
keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang
dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang
dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap
ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di
bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang
relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes
No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan
dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari
negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa
kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu
agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar
Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di
Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di
tingkat masyarakat.
Selain standar pelayanan, profesi bidan pun memiliki standar
kompetensi dan standar praktek yang telah di sepakati dan berlaku hingga saat
ini. Dengan adanya standar-standar yang berlaku, maka dalam menjalankan
tugasnya seorang bidan di tuntut untuk selalu mengikuti dan menerapkan
standar-standar tersebut dalam prakteknya.
Makalah ini, akan membahas mengenai standar praktek
bidan bersama salah satu contoh kasus mengenai standar praktek bidan yang bila
di abaikan maka akan membuat kerugian pada bidan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini akan
membahas masalah tentang standar praktek bidan yang terdiri dari:
Ø Apa yang di maksud
dengan bidan?
Ø Apakah definisi dari
standar?
Ø Apa pengertian dari
standar praktek kebidanan?
Ø Apa saja yang menjadi
standar praktek bidan?
Ø Bagaimana dan apa
saja yang menjadi syarat teresgistrasinya praktek bidan?
Ø Bagaimana contoh
kasus pelanggaran yang di lakukan seorang bidan terhadap standar praktek dan
hukum yang berlaku?
C. Tujuan
Ada pun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah :
Ø Untuk mengetahui apa
yang di maksud dengan bidan.
Ø Untuk mengetahui apa
yang di maksud dengan standar.
Ø Untuk mengetahui apa
yang di maksud standar praktek bidan.
Ø Untuk mengetahui
tentang standar-standar yang ada dalam praktek bidan.
Ø Untuk mengetahui
bagaimana dan apa saja persyaratan yang di perlukan dalam registrasi praktek
bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaertian Bidan
Definisi Bidan (ICM) mengatakan bahwa bidan
adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh
negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta
memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek
bidan.
B.
Pengertian Standar
Standar adalah ukuran atau parameter yang
di gunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas yang telah di sepakati
dan mampu di capai dengan ukuran yang telah di tetapkan.
C.
Pengertian Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan
tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan
parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi
tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga
dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
D.
Standar praktek kebidanan
Standar Praktek Kebidananan (SPK) di bagi menjadi sembilan standar, yang
terdiri dari :
1. Standar I : Metode asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen
kebidanan dengan langkah yaitu pengumpulan data dan analisis data, penentuan
diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
a. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar
pada catatan medis.
b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format
pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan
kegiatan dan evaluasi.
2. Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat
dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a.
Ada format pengumpulan data
b.
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
·
Demografi identitas klien
·
Riwayat penyakit terdahulu
·
Riwayat kesehatan reproduksi
·
Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
·
Analisis data
c.
Data dikumpulkan dari :
· Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
· Tenaga kesehatan
· Individu dalam lingkungan terdekat
d.
Data diperoleh dengan cara :
· Wawancara
· Observasi
· Pemeriksaan fisik
· Pemeriksaan penunjang
3. Standar III : Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulkan.
Definisi Operasional :
a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan
yang dihadapi oleh klien / suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan
kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas,
sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien
4. Standar IV : Rencana asuhan
Rencana Asuhan
kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan
Definisi
Operasional :
a. Ada format rencana asuhan kebidanan
b. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa,
rencana tindakan dan evaluasi
5. Standar V : Tindakan
Tindakan
kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan
dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Definisi
Operasional :
a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan
evaluasi
c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana
dan perkembangan klien
d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode
etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah
tersedia.
6. Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan
keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
Definisi
Operasional :
a. Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :
·
Status kesehatan saat ini
·
Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
·
Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan
·
Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
·
Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas
melaksanakan tindakan kegiatan.
7. Standar VII : Pengawasan
Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus
dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi
Operasional :
a. Adanya format pengawasan klien
b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis
untuk mengetahui keadaan perkembangan klien
c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada
catatan yang telah disediakan
8. Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan
tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah
dirumuskan.
Difinisi
Operasional :
a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan
kebidanan kepada klien sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan
b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang
telah dirumuskan
c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah
disediakan
9. Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan
kebidanan yang diberikan
Definisi
Operasional :
a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah
manajemen kebidanan
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas
dan ada yang bertanggung jawab
c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan
asuhan kebidanan
E. Registrasi Praktik
Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara
nasional maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives
(ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar
mendapatkan lisensi untuk praktek.
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta),
merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar
dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan
yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek
bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek,
seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan
administrasi semuanya harus sesuai dengan standar
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan
peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari
Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996).
Registrasi adalah proses pendaftaran,
pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi
minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bidan
yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan
mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah
menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
1.
Fotokopi ijazah bidan.
2.
Fotokopi transkrip nilai akademik.
3.
Surat keterangan sehat dari dokter.
4.
Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang menjalankan
praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki SIPB dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat,
dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
1.
Fotokopi SIB yang masih berlaku.
2.
Fotokopi ijazah bidan.
F.
Contoh Kasus
Berikut adalah contoh teks
drama kasus tindakan bidan yang melanggar hukum dan etika.
Narator : Rischa (13150060)
Bidan : Sisilia Eka Sriwahyuni (13150058)
Distributor : Lovenia
(13150051)
Audit 1 :
Eunike Sekar Palupi
(13150065)
Jaudit 2 :
Putri Meli Andriyani
(13150053)
Pasien 2 : Lina
Tadia (13150086)
Pasien 1 : Novi Dwi Astuti (11150095)
Pembeli : Angelina Shanty Devitasari (11150121)
Seorang Bidan
berinisial “S” sudah lama membuka BPM di sebuah desa di pinggiran kota. Setiap
hari, bidan “S” memiliki pasien yang terbilang tidak sedikit, hanya saja tidak
semua pasien yang membayar jasanya dengan menggunakan uang, melainkan
menggunakan hasil kebun mereka, karena pada umumnya, penduduk sekitar merupakan
petani.
Suatu hari,
bidan “S” merasa tidak puas dengan penghasilan yang ia dapatkan, dan ia pun
mulai mencari cara untuk menambah penghasilannya. menambah penghasilannya.
· Bidan : “wallah...., dikit-dikit singkong, dikit-dikit
jagung. Kenapa toh, sebagian dari pasien ku bayarnya pake benda kaya gini.
Hmmm... harus cari cara ini, biar penghasilan ku lebih banyak dari pada singkong sama jagung ini”.
Beberapa hari
sang bidan pun mendapat kunjungan dari seorang distributor sebuah perusahaan
besar. Kemudian, munculah sebuah tawaran
yang sangat menggiurkan sang bidan.
· Distributor : “bagaimana bu bidan? Mau ngga nerima
tawaran dari saya? Untungnya gede loh bu?”
· Bidan : “gimana yo bu, itukan hal
yang tidak boleh di lakukan bidan.”
· Distributor : “wallah.. yang tidak memperbolehkan
itu siapa to bu? Yang pentingkan warga di
sini tidak tau, ibu bidan tinggal bilang saja klau ini
baik untuk kesehatan,
nana ti ibu kan bisa dapat bonus kalau memenuhi
target.”
· Bidan : “ ya sudah bu, nanti saya
pikirkan lagi.”
· Distributor : “ bener loh ya buk, saya tunggu kabar
dari ibu.”
Sepanjang hari,
sang bidan pun galau memikirkan penawaran yang menggiurkan tersebut, hingga
akhirnya ia memutuskan.
· Bidan : “ya sudah, kalau begini aku
putuskan ambil bisnis ini. Biar aku dapat penghasilan lebih banyak lagi, hehe....”
Bidan menelpon
distributor dan memulai menjalankan bisnisnya.
Apakah bisnis
tersebut...?
Ya, susu
formula. Sang bidan pun selalu memberika paketan susu formula kepada setiap ibu
yang sudah selesai bersalin dengan alasan, susu formula akan menambah konsumsi
ASI dan bergizi untuk bayinya.
· Pasien : “bu’bidan, terimakasih atas
pelayanananya ya bu. Saya akan beristrahat cukup
seperti yg ibu bilang.”
· Bidan : “iya bu, susunya jagann lupa
di berikan pada bayi ibu, karna susu ini
berkualitas tinggi ,
nanti biar anak ibu lebih sehat lagi. Dan nanti kalau habis ibu bisa kmbali lagi.”
· Pasien : “iya bu’bidan, trimakasih
sekali lagi bu’bidan....”
Bidan “S” pun
terus menjalankan bisnisnya tersebut, karena keuntungan besar yang ia dapatkan.
Ia selalu memberikan bahkan mempromosikan dan menjual susu formula.
· Pembeli : “ibu, susu formulanya masih
ada?”
· Bidan : “masih dong bu, bagaimana?
Lebih lancarkan pekerjaannya?”
· Pembeli : “iya bu, krna saran bu’bidan
saya jadi ngga taku anak saya kelaparan kalau saya lagi kerja di kelurahan.”
· Bidan : “Bagus bu, saya senang
mendengarnya.”
Sehingga pada
suatu hari, ada seorang ibu bersalin yg menolak susu formula, tetapi sang bidan
tetap memaksa dan mengatakan bahwa paket persalinan di tempat prakteknya satu
paket dengan pembalut dan susu formula.
· Pasien
2 : “saya hanya ingin
emberikan ASI saja kepada anak saya bu, jadi susu formulanya tidak perlu.
Supaya biayanya tidak terlalu mahal pula.”
· Bidan : “tidak bisa begitu ibu,
karena dari dulu, paket persalinan disini
pembayarannya memang di
paketkan bersama pembalut nifas dan susu formula.
Jadi ibu harus membayar sesuai total paket persalinan, walaupun
susu formulanya tidak ibu gunakan.”
· Pasien : “memangnya apa manfaat susu
formula itu bu?”
· Bidan : “manfaatnya sangat banyak
ibu, selain bisa menambah konsumsi ASI, susu formula ini
juga bergizi dan kualitasnya bagus loh bu.”
· Pasien
2 : “tapi, saya cukum
memberikan ASI saja bu”.
· Bidan : “ya bu, tapi ibu tetap harus
membayar susu formula ini, karena tadi sudah sayakan ini satu paket dengan
harga paket persalinan.”
· Pasien
2 : “baiklah bu, saya bayar
sesuai paketnya”
Sesudah pulang
dari BPM bidan sisil, maka sang ibu pun merasa bahwa tindakan bidan tidak adil,
karena tidak memberikan informasi lebih awal tentang adanya susu formula dalam
paket persalinan, lalu ia merasa sang bidan tidak menghargai haknya sebagai
pasien.
Sang pasien pun
menceritakan hal tersebut dengan keluarganya, keluarga menceritakan kepada
tetangga-tetangganya, dan tersebarlah kabar tersebut ke seorang bidan yang
merupakan anggota audit maternal perinatal (AMP).
Hingga akhirnya
prilaku sang bidan pun terungkap. Hal ini membuat sang bidan terjearat kasus
hukum, dan sang bidan pun di audit di BPMnya sendiri.
· Hakim : “apa betul anda yg bernama
bidan sesil?”
· Bidan : “iya bu.”
· Hakim : “bisa lihat SIPB anda?”
· Bidan : (menyerahkan SIPB)
· Audit
1 : “apa anda tau, perbuatan
anda melanggar hukum? Menjual atau pun
memberikan susu formula
itu, merupakan salah satu tindakan yg bertentangan
dengan ASI ekslusive?”
· Audit
2 : “benar sekali bu, karena
pada Peraturan Pemerintah no.33 tahun 2012
tentang ASI Ekslusif di
katakan pada Bab IV pasal 17 ayat 1 dan 2, yaitu:
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang
memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat
program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15.
(2)
Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula
Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI
Eksklusif.
“selain
itu, bidan sisil juga dapat di katakan memalsukan dokumen asuhan,
karena pada dasarnya salah satu isi dari dokumen asuhan pelayanan kebidanan berisi
rencana asuhan dan tindakan yang di lakukan
oleh bidan, tetapi disini terbukti bidan berusaha menutupi prilakunya,
dan terbukti tidak menghargai hak pasien yang sudah menolak
pemberian susu formula dengan alasan yang tidak benar.”
· Audit
1 : “apa bukti kuat anda atas
tuduhan itu buk?”
· Audit
2 : “ini saya punya saksi
bu.(menunjuk saksi). Silahkan bu Lina, ceritakan pada kami apa
yang ibu alami saat selesai bersalin di tempat bidan
sesil”.
· Pasien
2 : “iya bu, waktu saya sudah
bisa kembali kerumah sepulang bersalin, saya
di haruskan membyar paket persalinana yang di dalamnya terdapat
susu formula. Saya sudah menolak tetapi bidan Sesil tetap mengharuskan
saya membayar susu formula tersebut.”
· Audit 2 : “ya buk, selain memberi susu formula, bidan juga
terbukti tidaak melaksanakan standar
praktek kebidanan. Yang pada standar 5 yaitu Tindakan,
bidan harus melaksanakan tindakan sesuai kebutuhan klien dan
harus tetap memperhatikan hak klien.
Dan
pada UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Sebagai konsumen
dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat dikatagorikan sebagai
konsumen akhir, karena ps bukan produksi. Keadaan
ini telah merubah paradigma, yang mengatakan pelayanan kesehatan
adlah sosial , sekarang beralih kekomersial, dimana setiap tempat
pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB, akhirnya pasien harus
mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan kewajiban sebagai
seorang pasien.
· Audit 1 : “ baiklah, maka jelas di sini bidan sesil sudah
melanggar hukum.” Dengan
begitu, karena perbuatan bidan sesil ini sudah berjalan lama, dan sudah banyak yang
menjadi korban maka dapat di putuskan bahwa
bidan sisil bersalah
dan akan dikenai hukuman sesuai undang- undang
yang berlaku.
Bidan “S” pun menyesali perbuatannya dan ia menerima
dengan iklas hukuman atas tindakannya.
Kasus
di atas hanyalah fiktif dan cerita derama belaka. Apabila terdapat kesamaan
nama atau pun kejadian, kami mohon maaf.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan
yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya memiliki
syarat-syarat dan standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah satunya
adalah standar praktek kebidanan yang terdiri dari sembilan standar yaitu,
Standar I: Metode Asuhan, Standar II: Pengkajian, Standar III: diagnosa
kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar V: Tindakan, Standar VI:
Partisipasi Klien, Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi, &
Standar IX: Dokumentasi.
B. Saran
Bagi para bidan
maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami dan melaksanakan pelayanan
sesuai standar praktek kebidanan yang telah di tentukan dengan tetap berpedoman
pada hati nurani, Pancasila dan Undang-undang yang berlaku, agar pelayanan
ataupun praktek kebidanan dapat berjalan baik dan menghasilkan bidan yang
benar-benar professional.
DAFTAR PUSTAKA
·
Kurnia, S.
Nova.2009. Etika Profesi Kebidanan.
Yogyakarta: Panji Pustaka
·
Wahyuningsih,
Heni. 2007. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar