Selasa, 02 Juni 2015

MAKALAH MALPRAKTEK

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam sejarah profesi maupun tenaga kesehatan, telah di ketahui bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Selain standar pelayanan, profesi bidan pun memiliki standar kompetensi dan standar praktek yang telah di sepakati dan berlaku hingga saat ini. Dengan adanya standar-standar yang berlaku, maka dalam menjalankan tugasnya seorang bidan di tuntut untuk selalu mengikuti dan menerapkan standar-standar tersebut dalam prakteknya.
Makalah ini, akan membahas mengenai standar praktek bidan bersama salah satu contoh kasus mengenai standar praktek bidan yang bila di abaikan maka akan membuat kerugian pada bidan tersebut.




B.  Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas masalah tentang standar praktek bidan yang terdiri dari:
Ø Apa yang di maksud dengan bidan?
Ø Apakah definisi dari standar?
Ø Apa pengertian dari standar praktek kebidanan?
Ø Apa saja yang menjadi standar praktek bidan?
Ø Bagaimana dan apa saja yang menjadi syarat teresgistrasinya praktek bidan?
Ø Bagaimana contoh kasus pelanggaran yang di lakukan seorang bidan terhadap standar praktek dan hukum yang berlaku?


C.  Tujuan
Ada pun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :
Ø Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bidan.
Ø Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan standar.
Ø Untuk mengetahui apa yang di maksud standar praktek bidan.
Ø Untuk mengetahui tentang standar-standar yang ada dalam praktek bidan.
Ø Untuk mengetahui bagaimana dan apa saja persyaratan yang di perlukan dalam registrasi praktek bidan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengaertian Bidan
Definisi Bidan (ICM) mengatakan bahwa bidan adalah seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk praktek bidan.

B.  Pengertian Standar
Standar adalah ukuran atau parameter yang di gunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas yang telah di sepakati dan mampu di capai dengan ukuran yang telah di tetapkan.

C.  Pengertian Standar Praktek Kebidanan (SPK)
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).

D.  Standar praktek kebidanan
Standar Praktek Kebidananan (SPK) di bagi menjadi sembilan standar, yang terdiri dari :
1.    Standar I : Metode asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah yaitu pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
a.    Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
b.    Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.

2.    Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a.    Ada format pengumpulan data
b.    Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
·      Demografi identitas klien
·      Riwayat penyakit terdahulu
·      Riwayat kesehatan reproduksi
·      Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
·      Analisis data
c.    Data dikumpulkan dari :
·      Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
·      Tenaga kesehatan
·      Individu dalam lingkungan terdekat
d.   Data diperoleh dengan cara :
·      Wawancara
·      Observasi
·      Pemeriksaan fisik
·      Pemeriksaan penunjang


3.    Standar III : Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi Operasional :
a.    Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien / suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
b.    Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien

4.    Standar IV : Rencana asuhan
Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan
Definisi Operasional :
a.    Ada format rencana asuhan kebidanan
b.    Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi

5.    Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Definisi Operasional :
a.    Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b.    Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
c.    Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien
d.   Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e.    Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman
f.     Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.


6.    Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
Definisi Operasional :
a.    Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :
·      Status kesehatan saat ini
·      Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
·      Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan
·      Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
·      Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
b.    Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan kegiatan.

7.    Standar VII : Pengawasan
Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
a.    Adanya format pengawasan klien
b.    Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk mengetahui keadaan perkembangan klien
c.    Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan

8.    Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional :
a.    Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan kepada klien sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan
b.    Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
c.    Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan

9.    Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan
Definisi Operasional :
a.    Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
b.    Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab
c.    Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan




E.  Registrasi Praktik Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek.
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996).

Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
1.     Fotokopi ijazah bidan.
2.     Fotokopi transkrip nilai akademik.
3.     Surat keterangan sehat dari dokter.
4.     Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.

Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
1.     Fotokopi SIB yang masih berlaku.
2.     Fotokopi ijazah bidan.

F.     Contoh Kasus
Berikut adalah contoh teks drama kasus tindakan bidan yang melanggar hukum dan etika.
Narator              : Rischa (13150060)
Bidan                 : Sisilia Eka Sriwahyuni (13150058)
Distributor         : Lovenia (13150051)
Audit 1              : Eunike Sekar Palupi (13150065)
Jaudit 2              : Putri Meli Andriyani (13150053)
Pasien 2 : Lina Tadia (13150086)
Pasien 1 : Novi Dwi Astuti (11150095)
Pembeli  : Angelina Shanty Devitasari (11150121)

Seorang Bidan berinisial “S” sudah lama membuka BPM di sebuah desa di pinggiran kota. Setiap hari, bidan “S” memiliki pasien yang terbilang tidak sedikit, hanya saja tidak semua pasien yang membayar jasanya dengan menggunakan uang, melainkan menggunakan hasil kebun mereka, karena pada umumnya, penduduk sekitar merupakan petani.
Suatu hari, bidan “S” merasa tidak puas dengan penghasilan yang ia dapatkan, dan ia pun mulai mencari cara untuk menambah penghasilannya. menambah penghasilannya.
·      Bidan     : “wallah...., dikit-dikit singkong, dikit-dikit jagung. Kenapa toh, sebagian dari pasien ku bayarnya pake benda kaya gini. Hmmm... harus cari cara ini, biar penghasilan ku lebih banyak dari pada singkong sama jagung ini”.

Beberapa hari sang bidan pun mendapat kunjungan dari seorang distributor sebuah perusahaan besar.  Kemudian, munculah sebuah tawaran yang sangat menggiurkan sang bidan.
·      Distributor         : “bagaimana bu bidan? Mau ngga nerima tawaran dari saya?                                      Untungnya gede loh bu?”
·      Bidan                 : “gimana yo bu, itukan hal yang tidak boleh di lakukan bidan.”
·      Distributor         : “wallah.. yang tidak memperbolehkan itu siapa to bu? Yang                                      pentingkan warga di sini tidak tau, ibu bidan tinggal bilang saja klau                                   ini baik untuk kesehatan, nana ti ibu kan bisa dapat bonus kalau                                            memenuhi target.”
·      Bidan                 : “ ya sudah bu, nanti saya pikirkan lagi.”
·      Distributor         : “ bener loh ya buk, saya tunggu kabar dari ibu.”
Sepanjang hari, sang bidan pun galau memikirkan penawaran yang menggiurkan tersebut, hingga akhirnya ia memutuskan.
·      Bidan                 : “ya sudah, kalau begini aku putuskan ambil bisnis ini. Biar aku dapat                       penghasilan lebih banyak lagi, hehe....”

Bidan menelpon distributor dan memulai menjalankan bisnisnya.
Apakah bisnis tersebut...?
Ya, susu formula. Sang bidan pun selalu memberika paketan susu formula kepada setiap ibu yang sudah selesai bersalin dengan alasan, susu formula akan menambah konsumsi ASI dan bergizi untuk bayinya.
·      Pasien                : “bu’bidan, terimakasih atas pelayanananya ya bu. Saya akan                                     beristrahat cukup seperti yg ibu bilang.”
·      Bidan                 : “iya bu, susunya jagann lupa di berikan pada bayi ibu, karna susu ini                        berkualitas tinggi , nanti biar anak ibu lebih sehat lagi. Dan nanti kalau                                habis ibu bisa kmbali lagi.”
·      Pasien                : “iya bu’bidan, trimakasih sekali lagi bu’bidan....”
Bidan “S” pun terus menjalankan bisnisnya tersebut, karena keuntungan besar yang ia dapatkan. Ia selalu memberikan bahkan mempromosikan dan menjual susu formula.
·      Pembeli              : “ibu, susu formulanya masih ada?”
·      Bidan                 : “masih dong bu, bagaimana? Lebih lancarkan pekerjaannya?”
·      Pembeli              : “iya bu, krna saran bu’bidan saya jadi ngga taku anak saya kelaparan                        kalau saya lagi kerja di kelurahan.”
·      Bidan                 : “Bagus bu, saya senang mendengarnya.”
Sehingga pada suatu hari, ada seorang ibu bersalin yg menolak susu formula, tetapi sang bidan tetap memaksa dan mengatakan bahwa paket persalinan di tempat prakteknya satu paket dengan pembalut dan susu formula.
·      Pasien 2             : “saya hanya ingin emberikan ASI saja kepada anak saya bu, jadi susu                       formulanya tidak perlu. Supaya biayanya tidak terlalu mahal pula.”
·      Bidan                 : “tidak bisa begitu ibu, karena dari dulu, paket persalinan disini                                 pembayarannya memang di paketkan bersama pembalut nifas dan susu                               formula. Jadi ibu harus membayar sesuai total paket persalinan,                                      walaupun susu formulanya tidak ibu gunakan.”
·      Pasien                : “memangnya apa manfaat susu formula itu bu?”
·      Bidan                 : “manfaatnya sangat banyak ibu, selain bisa menambah konsumsi                              ASI, susu formula ini juga bergizi dan kualitasnya bagus loh bu.”
·      Pasien 2             : “tapi, saya cukum memberikan ASI saja bu”.
·      Bidan                 : “ya bu, tapi ibu tetap harus membayar susu formula ini, karena tadi                          sudah sayakan ini satu paket dengan harga paket persalinan.”
·      Pasien 2             : “baiklah bu, saya bayar sesuai paketnya”
Sesudah pulang dari BPM bidan sisil, maka sang ibu pun merasa bahwa tindakan bidan tidak adil, karena tidak memberikan informasi lebih awal tentang adanya susu formula dalam paket persalinan, lalu ia merasa sang bidan tidak menghargai haknya sebagai pasien.
Sang pasien pun menceritakan hal tersebut dengan keluarganya, keluarga menceritakan kepada tetangga-tetangganya, dan tersebarlah kabar tersebut ke seorang bidan yang merupakan anggota audit maternal perinatal (AMP).
Hingga akhirnya prilaku sang bidan pun terungkap. Hal ini membuat sang bidan terjearat kasus hukum, dan sang bidan pun di audit di BPMnya sendiri.
·      Hakim                : “apa betul anda yg bernama bidan sesil?”
·      Bidan                 : “iya bu.”
·      Hakim                : “bisa lihat SIPB anda?”
·      Bidan                 : (menyerahkan SIPB)
·      Audit 1              : “apa anda tau, perbuatan anda melanggar hukum? Menjual atau pun                         memberikan susu formula itu, merupakan salah satu tindakan yg                                          bertentangan dengan ASI ekslusive?”
·      Audit 2              : “benar sekali bu, karena pada Peraturan Pemerintah no.33 tahun                          2012  tentang ASI Ekslusif di katakan pada Bab IV pasal 17 ayat 1                               dan 2,  yaitu:
 (1) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang memberikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif kecuali dalam hal diperuntukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan dilarang menerima dan/atau mempromosikan Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif.

                                    “selain itu, bidan sisil juga dapat di katakan memalsukan dokumen                                      asuhan, karena pada dasarnya salah satu isi dari dokumen asuhan                                        pelayanan kebidanan berisi rencana asuhan dan tindakan yang di                                              lakukan oleh bidan, tetapi disini terbukti bidan berusaha menutupi                                           prilakunya, dan terbukti tidak menghargai hak pasien yang sudah                                          menolak pemberian susu formula dengan alasan yang tidak benar.”
·      Audit 1              : “apa bukti kuat anda atas tuduhan itu buk?”
·      Audit 2              : “ini saya punya saksi bu.(menunjuk saksi). Silahkan bu Lina,                                     ceritakan pada kami apa yang ibu alami saat selesai bersalin di tempat                                 bidan sesil”.
·      Pasien 2             : “iya bu, waktu saya sudah bisa kembali kerumah sepulang bersalin,                                   saya di haruskan membyar paket persalinana yang di dalamnya                                          terdapat susu formula. Saya sudah menolak tetapi bidan Sesil tetap                                        mengharuskan saya membayar susu formula tersebut.”
·      Audit 2              : “ya buk, selain memberi susu formula, bidan juga terbukti tidaak                              melaksanakan standar praktek kebidanan. Yang pada standar 5 yaitu                                  Tindakan, bidan harus melaksanakan tindakan sesuai kebutuhan klien                           dan harus tetap memperhatikan hak klien.
                           Dan pada UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
                           Sebagai konsumen dalam pelayanan kesehatan, pasien dapat                                       dikatagorikan sebagai konsumen akhir, karena ps bukan                                                       produksi. Keadaan ini telah merubah paradigma, yang mengatakan                                               pelayanan kesehatan adlah sosial , sekarang beralih kekomersial,                                        dimana setiap tempat pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Klinik, RB,                                akhirnya pasien harus mengeluarkan biaya cukup tinggi dalam hak dan                       kewajiban sebagai seorang pasien.

·      Audit 1              : “ baiklah, maka jelas di sini bidan sesil sudah melanggar hukum.”                          Dengan begitu, karena perbuatan bidan sesil ini sudah berjalan lama,                           dan sudah banyak yang menjadi korban maka dapat di  putuskan                                               bahwa bidan sisil bersalah dan akan dikenai hukuman sesuai undang-                                   undang yang berlaku.

Bidan “S” pun menyesali perbuatannya dan ia menerima dengan iklas hukuman atas tindakannya.

Kasus di atas hanyalah fiktif dan cerita derama belaka. Apabila terdapat kesamaan nama atau pun kejadian, kami mohon maaf.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Bidan yang merupakan salah satu profesi yang profesional tentunya memiliki syarat-syarat dan standar dalam menjalankan tindakan profesinya, salah satunya adalah standar praktek kebidanan yang terdiri dari sembilan standar yaitu, Standar I: Metode Asuhan, Standar II: Pengkajian, Standar III: diagnosa kebidanan, Standar IV: Rencana Asuhan, Standar V: Tindakan, Standar VI: Partisipasi Klien, Standar VII: Pengawasan, Standar VIII: Evaluasi, & Standar IX: Dokumentasi.

B.  Saran
Bagi para bidan maupun mahasiswi calon bidan, hendaknya memahami dan melaksanakan pelayanan sesuai standar praktek kebidanan yang telah di tentukan dengan tetap berpedoman pada hati nurani, Pancasila dan Undang-undang yang berlaku, agar pelayanan ataupun praktek kebidanan dapat berjalan baik dan menghasilkan bidan yang benar-benar professional.


DAFTAR PUSTAKA

·         Kurnia, S. Nova.2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka
·         Wahyuningsih, Heni. 2007. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar